Hasan Jufri - Madrasah Tsanawiyah
Hasan Jufri didirikan pada Bulan Juli Tahun 1986 sebagai respon atas permintaan
wali murid. Mereka menginginkan agar anaknya juga bisa memiliki ijazah formal.
Tahun pertama jumlah siswanya sejumlah 86 orang yang terdiri dari santri mukim
dan non mukim. Jumlah tersebut sudah cukup besar pada saat itu. Para siswa
berasal dari desa-desa sekitar Lebak, seperti Bululanjang, Kumalasa, Pudakit
Barat, Pudakit Timur, Suwari, dan Dekatagung.
Pada umumnya mereka
berjalan kaki bersama-sama. Belasan siswa-siswi dari sumur-sumur Kumalasa,
Suwari, Dekatagung dan sekitarnya berangkat dari rumah sekitar jam 10.00 wib
pagi. Kemudian shalat dhuhur berjamaah di Pesantren Hasan Jufri. Ketika pulang,
mereka menunaikan shalat maghrib di perjalanan. Saat menjelang shalat isyak
baru sampau rumah. Kebiasaan berjalan kaki bagi para siswa ini berlangsung
sampai Tahun 2000-an. Ketika sepeda motor semakin banyak maka jarang dijumpai
siswa-siswi berjalan kaki.
Pada tahap awal, MTs
Hasan Jufri masih menjadi madrasah filial dari MTs Umar Mas’ud Sangkapura.
Setelah berjalan 1 (satu) tahun baru kemudian pengasuh mendirikan Yayasan
Pondok Pesantren Hasan Jufri sebagai syarat untuk mengelola Madrasah Tsanawiyah
secara mandiri. Prosesnya adalah dengan cara mengajukan ke notaris di Kabupaten
Gresik yaitu Ny. Nurlaili Adam, SH. No.10/1986. Akta notaris ini tetap berlaku
sampai pada Tahun 2010. Yayasan Pondok Pesantren Hasan Jufri memperbaharui akta
notarisnya kepada Habib Adjie, SH., M.Hum No. 10/HBANOT-PPAT/VII/2010 di
Surabaya. Perubahan akta notaris ini disebabkan berubahnya pengurus Yayasan
Pondok Pesantren Hasan Jufri.
Ijazah bagi lulusan
pertama masih berlogo MTs Umar Mas’ud. Lulusan kedua sudah berlogo MTs Hasan
Jufri. Saat itu, semua administrasi berinduk ke MTsN Gresik di Metatu Benjeng.
Pada masa awal ini guru kepercayaan KH. Bajuri nYusf adalah Bapak Zuhri, M.HI
(Dekagung). Ia yang ditugasi oleh pengasuh untuk urusan eksternal bersama
Kepala Madrasah.
Bagunan pertama MTs
Hasan Jufri adalah hasil ejrih payah para santri dan alumni serta para
dermawan. Para santri bergotong-royong mengambil pasirdari sungai dan membuat
batu bata. Sedangkan semen dan besinya
adalah hasil shadaqah. Kerja keras ini menghasilkan 2 kelas ruang belajar. Satu
tahun kemudian dibuat lagi 2 lokal dan selanjutnya dilakukan penambahan secara
terus menerus.
Kehadiran MTs Hasan
Jufri mendapat sambutan positif dari masyarakat. Dalam waktu yang relatif
singkat, MTs Hasan Jufri mampu menjadi madrasah yang unggul di Bawean. Saat ini
MTs Hasan Jufri adalah MTs terbesar di Bawean baik dari sisi kualitas maupun
kuantitas.
Pada era awal,
kurikulum yang dipakai masih sederhana. Untuk pelajaran agama diserahkan kepada
KH. Zakariyah (Bululanjang), KH. Mahmud Marzuki (Kareteng), K. Hamzah
(Sangkapura) dan para kyai di sekitar desa Lebak. Sedangkan pelajaran umum,
seperti IPA, IPAS, Bahasa Indonesia dan lain lain diserahkan kepada Bapak R.
Abdul Aziz, MM (Sangkapura), Bapak Zulfa Usman, MM (Sangkapura), Bapak Saeozi,
MM (Suwari), Bapak Usman, MM (Sangkapura) dan beberapa guru SD Desa Lebak.
Karena masih sulitnya mencari guru umu, maka MTs Hasan Jufri melaksanakan
pembelajaran sore hari. Dimulai jam 13.00 WIB s.d jam 17.00 WIB. Setelah ada
regulasi masuk pagi dari Menteri Agama Munawir Sadzali, baru kemudian MTs Hasan
Jufri melaksanakan kegiatan belajar mengajar (KBM) pagi hari.
Sejak awal berdirinya
MTs Hasan Jufri, hari efektifnya adalah Senin, Selasa , Rabu, Kamis Sabtu dan
Ahad. Sedangkan hari Jum’at libur. Hal ini hanya berlangsung 2 (dua) tahun.
Setelah itu hari libur ditempatkan pada hari ahad karena kebanyakan dewan guru
ingin menonton pertandingan tinju di telivisi. Alasan ringan ini terasa lucu
bila dilihat dari sudut pandang zaman sekarang. Namun di masa itu menjadi
relevan karena hiburan satu-satunya bagi guru adalah menonton telivisi. Pun,
saat itu masih jarang dijumpai guru dan warga yang memiliki tevisi.
Pada tahun 2007, hari libur
di MTs Hasan Jufri kembali lagi pada hari Jum’at sedangkan hari ahad kembali
aktif. Pertimbangannya adalah, Pertama, menghormati hari Jum’at sebagai
hari rayanya umat islam. Kedua, memberi kesempatan kepada para siswa dan
guru agar banyak waktu dalam menyiapkan dirinya untuk melaksanakan shalaw
Jum’at. Jika hari Jum’at aktif, maka waktu untuk berangkat ke masjid amat
sempit. Ketiga, menutup pintu maksiat di hari Ahad. Jika hari Jum’at
masuk dan hari Ahad libur, maka biasanya para siswa memanfaatkannya dengan
berhura-hura. Mereka mengunjungi tempat-tempat wisata di Pulau Bawean. Sedang
jika hari Ahad aktif maka mereka terhindar
dari perbuatan sia-sia.
#ByPost_SaLam_PaLsuh
.
Posting Komentar